Thursday, August 4, 2011

Quality Time

Udah lama gw ga ngerasain quality time bersama teman-teman gw di BTA. Membahas sesuatu yang penting-ga-penting.. Kali ini melibatkan beberapa aktor..

Pembicara 1 : Tika
Pembicara 2 : Ayu
Pembicara 3 : Kak Sakti
Pendengar Setia : Mita
Penyimak diam-diam menghanyutkan : Fano
Pengecoh 1 : Mas Dadang
Pengecoh 2 : Kak Ian

Diskusi ini juga ga direncanakan. Kejadian begitu aja. Berawal dari Ayu yang abis ulang tahun trus mesen pizza buat dibagi-bagi ke Binglas sama Pengajar. Kebetulan dia lagi maen nih ke ruangan binglas. Trus Mita lagi makan pizza dari Ayu. Mita bilang, "Ka Ayu, makasih ya pizza-nya. Selamat ulang tahun. Semoga sukses selalu." Trus Ayu-nya cuma bilang, "Udah ga usah doain yang macem-macem. Doain aja cepet nyebar undangan." Ka Ian tiba-tiba nyelak, Justify Full"Yaudah, bilang ke orangnya dong. Orangnya mesti cepet-cepet didorong supaya jadi cepet juga."
Jadi, Ayu itu udah pacaran sama pacarnya. Namanya Agus (orang yang pernah gw suka juga :">). Kurang lebih udah 3 ato 4 tahun pacarannya. Ayu adalah seorang berjilbab. Tapi, Agus ya baik sih, alim sih, tapi rada badung juga. Sempet bikin gw bimbang bambang juga.
Kenapa gw mention tentang perihal "berjilbab". Menurut gw, ada perbedaan pemikiran antara gw yang mempunyai pikiran yang "agak bebas". Ketika gw adalah orang yang tidak berjilbab dan tidak mempunyai pacar, dibandingkan dengan Ayu yang berjilbab dan mempunyai pacar. Menurut gw, noted yaa, menurut gw, akan ada perbedaan. Simak aja ceritanya.

Gw sendiri agak lupa bagaimana percakapan ini dimulai. Gw mulai bicara ini sama Ayu, intinya tentang pernikahan. Gw cuma inget mulai dari bagian bahwa "lampu ultraman" gw akan berbunyi kedap-kedip merah-merah ketika gw umur 30. Gw memasang target bahwa maksimal gw harus menikah adalah umur 30. Sebelum gw mencapai umur itu, adalah waktu gw buat fokus dalam mengejar cita-cita dan meningkatkan karir gw sampai puncak tertinggi. Jadi, fokus utama gw sekarang adalah meraih karir dan cita-cita gw semaksimal mungkin.
Sedangkan, Ayu berpikiran harus menikah secepatnya. Mungkin karena dia punya pacar. Dengan dalil, menjauhi zina. Sorry ya, klo pendapat gw, mungkin agak bertentangan dengan siapa pun yang bawa ini. Menurut gw, klo gitu kenapa pacaran klo tau pacaran itu mempunyai kemungkinan untuk mendekatkan diri kepada zina. Sorry to say, tapi itu pendapat gw.
Ayu masih bertanya-tanya, mungkin kaget juga sama statement gw yang tidak menyegerakan menikah, tapi mendahulukan karir dan cita-cita. Atau mungkin pemikiran menikah itu ibadah. Ya memang benar, ibadah. Tapi ada waktunya dan saatnya ketika itu harus dikejar, dan mengesampingkan hal yang lain. Karena orang-orang F*I atau komunitas apapun itu yang berhubungan dengan keagamaan, biasanya mempunyai pemikiran seperti itu. Menyegerakan menikah karena takut zina, atau alasan apa pun lainnya. Maap ya klo menyinggung perasaan siapa pun. Namanya juga berpendapat.
Gw bilang aja, fokus gw adalah karir dan cita-cita, sampai batas di mana menurut gw inilah karir yang mau gw jalanin di hidup gw atau inilah cita-cita yang gw inginkan dalam hidup gw. Gw akan mengejar itu. Mungkin gw akan lebih mencurahkan diri dan pemikiran gw di situ, ketimbang memikirkan pernikahan dan berkeluarga. Sampai waktunya tiba, gw baru akan memikirkan tentang pernikahan dan keluarga.
Gw merasa memiliki kemampuan yang bisa gw curahkan buat suatu hal. Karena bekerja, mengejar karir, dan cita-cita adalah suatu bentuk penghargaan atas diri gw sendiri yang udah sekolah, kuliah capek-capek atas pendidikan yang gw terima. Akan sangat disayangkan ketika gw masih mempunyai kemampuan tapi tidak gw gunakan semaksimal mungkin waktu yang gw punya buat meraih itu semua.
Gw memberikan suatu contoh, ada seorang teman, yang pintar, bertanggung jawab, pekerja keras, baik dalam bekerja, tapi kepentok suatu hal yang membuat ia tidak bisa mengamalkan ilmunya dikarenakan sudah berkeluarga. Tapi mungkin itu hanya dari satu sudut pandang gw ya. Tidak menutup kemungkinan di luar sana ada seorang perempuan yang bisa mengimbangi semuanya.
Ya saat itu gw mengeluarkan pendapat, pernikahan dan berkeluarga dapat menghambat karir gw di mana, menurut gw, banyak demand di luar sana yang mengharapkan perempuan yang bekerja adalah perempuan yang tidak terikat, alias single. Jadi, menikah dan berkeluarga dapat menjadi penghambat.
Ayu mengeluarkan statement, "Memangnya elo ga bisa meraih itu dengan bergandengan tangan. Beriringan. Berdua??" Gw jawabnya, "Terkadang elo ga bisa serakah. Elo pengen meraih dan merangkul semuanya. Tapi terkadang harus ada salah satu yang dikorbankan untuk mendapatkan yang lainnya. Ga bisa itu semua-muanya elo mau. Harus sadar kemampuan juga." Mungkin Ayu agak kaget juga gw ngeluarin pendapat itu. Atau mungkin gw adalah orang pertama yang dia denger dalam mengeluarkan statement itu.
Ka Sakti yang tadinya diem aja, trus motong pembicaraan, "Ya Tika punya pendapat ky gitu. Makanya, dia putus sama Rum karena dia belom menemukan orang yang sejalan pemikirannya ky gitu." Okeee.. Langsung satu ruangan tertawa terbahak-bahak, terutama Mas Dadang.
Tapi gw mempertegas juga statement gw bahwa tidak menutup kemungkinan bahwa gw bisa menikah sebelom "lampu ultraman" gw kedap-kedip bunyi-bunyi. Muka Ayu sih ky masih kebingungan dan kaget. Tapi dia menutup pembicaraan dengan, "Yaudah, berarti nanti pas gw nyebar undangan mungkin elo akan dateng sendiri atau berdua, atau sebaliknya."
Gw sih iya-iya aja pas dy ngomong begitu, tapi pas gw pikir-pikir lagi di rumah. Jangan-jangan pemikiran gw membelokkan pikiran orang lain. Maap ya. Ya dipikir masak-masak lagi aja. Ga semua perkataan gw bener kok. Tergantung orangnya.
Mita dikir-dikit ky ngangguk-ngangguk dan bilang ooohhhh. Fano tetep konsen ke nasi kebulinya.

Kemudian, pembicaraan beralih tentang pertemanan. Gw juga lupa bagaimana mengawalinya, pokoknya ingetnya pas udah di tengah-tengah aja. Maap ya.

Satu hal yang gw pelajari dari seorang teman bernama Muhammad Iqbal, yang biasa dipanggil Ikbal. Bahwa pertemanan merupakan sebuah politik kepentingan. Gw keluarkan statement itu dan noted by Muhammad Iqbal. Tapi pake ada kesalahan ngomong lagi ketika kata-nya terbalik maka akan berbeda juga maknanya.
Gw bilang, "Pertemanan itu ibarat kepentingan politik." Langsung disorakin gw, woooowww. Tapi langsung gw koreksi cepet-cepet, "Eh, salah. Maksudnya politik kepentingan." Gw berteman atau membuat hubungan dengan orang lain adalah berdasarkan kepentingan. Kalo kepentingan itu sudah selesai, sudah terpenuhi, sudah habis, ya hubungan atau pertemanan itu akan berakhir.
Ka Sakti langsung berpendapat, "Menurut gw. Ga ky begitu. Ya pendapat gw, kepentingan itu muncul ketika gw sudah berteman. Jadi gw berteman dulu baru muncul kepentingan-kepentingan antara gw dan orang-orang." Ya kan namanya berpendapat, gw juga menyanggah, "Ya kalo gw, ada kepentingan dulu, baru gw mau berhubungan sama orang. Membuat koneksi, hubungan dengan orang lain. Ya tapi itu kan pendapat aku, dan aku dengan pendapat aku. Baiklah, kita sepakat untuk tidak sepakat."

Tidak terasa diskusi singkat itu harus diakhiri karena gw sudah dijemput. Jadi, mau ga mau, aktor nomor 1 harus mengundurkan diri. Percakapan sebentar pun berlangsung juga antara gw dan Fano sambil jalan dari Sekret ke Gerbang. Yup, that's life katanya, mau ga mau, itulah inti dari hidup.
Huhuhuhu.. I miss those times, having a conversation with someone I know and someone who know me. Time change, people change. Seperti yang terjadi di BTA. Dengan kemunculan orang-orang baru, gw tidak merasa seperti dahulu kala. Banyak orang yang bisa diajak berdiskusi, bukan kumpulan anak-anak kaya yang sebenernya masih bingung esensi mereka ada di BTA apa. Just saying. End of posting.

No comments: